Entah bagaimana aku bisa mencintai, kalimat
yang selalu aku renungkan setiap saat, seperti saat ini aku duduk di teras
rumah, menatap rembulan yang sempurna oleh mata, kebiasaan setiap malam menulis
kisah tentang bagaimana aku mencintaimu bagaimana takdir mempersulit atau
mempermudah menjadikan kita untuk bertemu maupun mungkin akan bersama
selamanya.
Sejak pertama mencintaimu dengan mudah
sekitar empat tahun lalu, tentang bagaimana aku menemukan perempuan terbaik
versiku, dengan berbagai macam keadaan hati, sakit atau lagi tersenyum olehmu
sampai kini masih menjadi misteri bagiku. Bagaimana tuhan mendengar doa hatiku
hingga beberapa hari yang lalu
Syafira ya dia Syafira tiba-tiba menelponku meminta menjemputnya di
stasiun kota, meskipun sebelumnya terkadang terjadi percakapan singkat lewat pesan
namun kali ini adalah yang paling lama aku tunggu, ya bertemu denganmu.
malam itu telpon berdering dengan namamu,
aku sontak kaget namun bahagia ada apa gerangan kok tiba tiba, lalu ku angkat,
” ya fira ada apa?” lalu terdengar suara
lirih
“assalamualaikum”
“Waalaikumsalam jawabku” terus fira
melanjutkan percakapannya lagi
“zal”,
“ Iya kenapa? “ jawabku dengan nada yang tak begitu teratur
“lagi apa?” dia kembali bertanya,
“Lagi nulis-nulis aja ini kenapa?” ku akhiri
kalimat ku dengan sedikit bertanya, kemudian dia melanjutkan percakapannya
dengan nada pelan dan tenang.
“besok aku ada acara ke luar kota sama temen
bertiga, tapi dia nanti bakalan tinggal di sana selama beberapa hari, jadi
pulangnya aku sendiri gitu, kan pulangnya juga pakek kereta, Jika Kamu ada
waktu aku minta tolong jemput aku gitu, ke stasiun kota” Dia mengakhiri
kalimatnya dengan berkata,
“kalo kamu gak keberatan sih, dan misal gak
bisa juga gakapapa”
“bisa kok santai aja, ntar aku jemput,
emangnya jam berapa?” Kutanya,
sebenernya dalam hati berkata lirih, mau
nganter mau nemenin apapun aku akan tetap mau, bagaimanapun aku telah lama
ingin bertemu, ingin sesekali bersama, berbincang berdua. Lalu diapun menjawab
pertanyaan ku tadi, dengan nada berbeda yang aku pun tidak mengerti,
“oke bisa yaa, kalo gak ngerepotin besok
jemput aku jam 11, keretanya nyampeknya jam 11 soalnya” langsung ku jawaban
yang sebenarnya hati telah di penuhi dengan kegembiraan di awal pembicaraan,
“Iya fira aman, gak ngerepotin kok santai
aja, besok juga gak ada acara jam segitu” lalu dia menyeka pembicaraan ku,
“ya udah ketemu besok yaa, jam 11, aku mau
istirahat dulu, udah malem soalnya”,
“iya iya istirahat besok biar gak kecapean”
jawabku mengakhiri pembicaraan malam itu,
Entah apa yg terjadi dengan diriku setelah
itu, tubuhku menjadi agak kaku, jantungku berdebar kencang, semalam aku tidak bisa tidur, karena ya
mungkin begitu senengnya dan tidak percaya, apa iya, kita akan bertemu, sedekat
itu, setelah kemustahilan yang mengheningkan kepala mungkin ini yang di sebut
rahasia takdir yang maha kuasa.
Syafira adalah teman sekelas ku sejak
pertama aku mulai kuliah dulu, kita sama sama kuliah di salah satu universitas
di Jogjakarta, dia mempunyai nama yang amatlah indah syafira namun aku bisa
memanggilnya Fira, perempuan yang tidak begitu tinggi, mempunyai wajah yang
bersinar nan kulit yang putih, berpakaian rapi dengan kerudungnya yang begitu
anggun, memiliki senyum yang begitu rekah ranum dalam dada.
Meskipun sekelas, kita jarang saling
mengobrol atau bertegur sapa, kita hanya berdiam satu sama lain, bertemu pun
saat ada mata kuliah yang bersamaan selebihnya kita hampir seperti tidak saling
mengenal. selama itu dan sampai sekarang aku hanya bisa mengaguminya dan itu ku
pendam sendiri, tidak ada yang tau hal ini apalagi dirimu, dan kalo saja aku
boleh berharap kamu juga merasakan hal yang sama, juga seperti apa yang aku
rasa.
Malam itu, semalam aku hanya bisa menatap
langit langit tempat tidurku, aku masih belum percaya apa yang telah terjadi
beberapa jam yang lalu, hingga sepertiga malam tanpa ku sadari, aku masih belum
bisa terlelap, tertidur sejenak, lalu tak lama kemudian terbangun kembali, hingga
terdengar kumandang adzan subuh yang mendayu-dayu dalam telingaku, yang membuatku
bergegas mengambil wudhu' lalu
melaksanakan shalat subuh.
setelah itu aku yang semalam tidak bisa tidur
dengan nyenyak, aku pun mengantuk dan tertidur kembali, beberapa jam setelah
itu aku terbangun ternyata sudah jam 8 pagi, aku langsung mengecek ponselku,
takutnya dia mengirimi pesan dan aku gak tau, tapi ternyata tidak ada, dengan
perasaan yang hampa aku memutuskan mengirimi dia pesan.
“Fira gimana acaranya?, jam berapa balik?,
Kalo udah mau balik kabarin aku yaa”
Aku tutup pesan singkatku yang berisi
beberapa pertanyaan itu, tapi tak ada jawaban, hanya centang dua, tapi tidak
berwarna biru. Kepalaku hening, aku tak tau apa yang akan aku lakukan setelah
ini, aku hanya menatap kosong dinding kamarku yang penuh dengan buku-buku.
Dua jam kemudian telpon ku berdering sebagai
pertanda ada pesan masuk, ternyata Fira telah membaca pesanku dan kemudian
menjawabnya, setelah kebingungan panjang sehabis bangun tidurku, lalu dia
memulai pesannya,
“Alhamdulillah zal, acaranya udah selesai
dan berjalan dengan lancar, setelah ini, aku akan langsung ke stasiun untuk
siap siap balik, agar tidak ketinggalan kereta yaa, nanti kalo udah berangkat
aku kabari”
dia menjawab pesanku dan berusaha dengan
sesingkat mungkin, aku bergegas menjawab pesannya, karena memang pesanmulah
yang paling aku tunggu,
“Alhamdulillah Fira kalo gitu, hati-hati ya
di stasiun barang barangnya, nanti kalo ada apa-apa kabarin yaa”
tempat acaranya masih sekitar kota Jogja
sekitar 40 menitan kalo naik kereta, tak lama kemudian dia mengirim sebuah foto
yang menandakan dia telah berangkat dari sana.
Jujur dari semalam aku belum makan sama
sekali, aku tau dia pasti gak akan sempat untuk sekedar sarapan pagi, makanya
aku memutuskan untuk tidak makan apa-apa juga dengan keinginan makan berdua
nanti, makan apa yang dia suka, setalah dia mengirim foto tadi aku hanya
menjawab dengan singkatnya,
"hati-hati Fira nanti kalo nyampek
pasti aku jemput kok",
lalu dia langsung menjawab pesanku dengan
cepat dengan pesan mencoba menghilangkan ketidak enakan didalam hatinya
“ini gak ngerepotin kan?, gak papa kan?,
kalo misalkan gak bisa jemput juga gakpapa kok”,
aku kembali membuka dan membaca pesan itu
yang sebelumnya pernah ia katakan, ku ucapkan kembali,
“gakapapa kok Fira, gak ngerepotin kok, udah
sebentar lagi aku jemput kamu ke stasiun pokoknya kamu gak usah kemana-mana
cukup nunggu aku aja”
Dia hanya melihat pesanku tertanda telah
centang biru, namun dia tak membalasnya lagi, Karena beberapa menit lagi dia
akan sampai aku segera mandi dan bersiap-siap, aku hanya memakai celana hitam,
kaos dan baju luaran hijau kombinasi hitam dengan motif kotak kotak kecil, lalu
aku bergegas untuk segera berangkat.
***
Hari ini amatlah cerah langit begitu biru,
matahari sudah hampir berada lurus di atas kepala, cuacanya begitu panas, hujan
lama tak turun, hanya sekali itupun telah dua bulan yang lalu, mungkin karena
sekarang weekend jalanan begitu ramai.
orang-orang dengan kesibukan dan tujuannya
masing-masing jalan begitu padat motor yang berlalu lalang hingga ke bahu jalan
menimbulkan kemacetan, sepanjang perjalanan aku tak mampu berkendara dengan cepat,
berbelok ke kiri kenanan, mencari ruang agar aku bisa mendahului berharap dapat
sampai lebih cepat,
Beberapa saat aku merasa perjalananku akan
segera tiba, aku menoleh ke arah jam yang sedang aku kenakan, ternyata sudah
lewat dari yang aku perkirakan, tergesa gesalah aku membuka ponselku sembari
melihat pesan yang telah masuk beberapa menit yang lalu, sialnya dia juga
meneleponku sedang aku tidak mendengarnya, di jalan amatlah berisik oleh
klakson dan bunyi kendaraan bermotor.
“zal aku sudah sampai, aku nunggu di
mushalla yaa”
satu pesan yang aku baca sambil mengendarai
motor, reflek langsung ku tangkap suasana di jalan saat itu yang dipenuhi
kemacetan dengan kamera yang ada di ponselku, langsung aku krim sembari menulis
pesan pendek dibawahnya,
“ maaf ya Fira aku telat, ini macet banget
dari tadi, tapi bentar lagi nyampe kok”
ku taruk handphone ke kantong dan
melanjutkan kembali perjalan ke stasiun kota, sembari tersenyum sendiri karena
hati begitu riangnya, karena sebentar lagi aku akan menemuimu, melihat senyummu
menatap wajahmu.
Pesisis jam 11:10 aku tiba di depan pintu keluar stasiun, namun
dia masih belum nampak, aku masih belum menemukannya, aku kirimi dia foto-foto gedung-gedung
dimana sekarang aku berada serta menunjukkan bahwa aku telah tiba, lama dia tak
mamabalas pesanku, aku hanya menunggu di trotoar jalan di samping motor dan
bersembunyi di balik tiang listrik agar tidak kena sinar matahari langsung, beberapa
menit kemudian dia mengirim pesan,
“maaf zal aku tadi habis dari kamar mandi”
lalu di melanjutkan pesannya
“ aku ke depan sekarang”
Kujawab dengan singkat “iya aku tunggu di depan”
Tak lama kemudian terlihat seseorang
melambai-lambai ke arahku, perempuan dengan gaun berwarna coklat dan krudung
berwarna hitam tersenyum sambil berlari-lari kecil, wajahnya begitu berseri
menyejukkan dalam hati, aku hanya bisa terpukau betapa pemandangan yang amat
indah yang sedang aku saksikan, bahagianya aku katika melihat perempuan yang
aku kagumi sejak lama akan segera berada di sampingku,
“zal udah lama ya nunggu?” dia kemudian
memulai percakapan
“nggak, baru aja kok, maaf telat juga”
sahutku, lantas dia langsung menimpali
“gakpapa kok, aku Cuma nunggu sebentar”
“Udah ayok naik cepat panas ini” pintaku
Dalam perjalanan terjadi percakapan dengan
posisi yang agak sungkan, karena bagaimanapun sebelumnya tidak ada percakapan intens,
kita hanya mengobrol seperlunya dan bertemu hanya ketika ada matakuliah saja,
“Fira, gimana acaranya tadi seru?”
“ iya seru, banyak ilmu-ilmu baru yang aku
dapatkan”
lantas dia bercerita panjang lebar mengenai
acanya tadi dan teman-temannya di sana, aku hanya tersenyum mendengarnya
sembari melirik spion motor yang mengarah langsung ke wajahnya, tak jauh
setelah kami meninggalkan stasiun itu terdengar suara adzan berkumandang, kami
langsung memutuskan mencari masjid terdekat untuk segera melaksanakan shalat
dhuhur.
Seusai melaksanakan shalat berjamaah di Masjid
kami melanjutkan perjalanan dengan kesepakatan mau makan dulu, sebenarnya dia
tidak mau makan karena masih belum pengen makan namun aku tetap meminta agar
makan, karena ini sudah siang dan agar perutnya tidak kesakitan. ,
“Fira, ayok makan dulu, ini udah siang,
nanti sakit perutnya kalo telat makan”
“Iya ayok” dia akhirnya memutuskan untuk
makan terlebih dahulu karena di motor tadi dia cerita bahwa dia belum makan
juga, sebab acanya pagi jadi harus berangkat lebih awal juga, dia belum sempat
makan apa-apa, hanya makanan ringan dan air putih yang dia peroleh di tempat
acara tadi,
Sepanjang perjalanan berkeliling kota
mencari tempat yang pas mau makan apa dan dia suka, akhirnya kita memutuskan
makan mie di pinggir jalan, sepanjang perjalanan tadi membuatku merenung,
dengan pertanyaan besar di kepalaku, apakah nanti, sehabis ini, adakah alasan
kita untuk bertemu lagi, hatiku nelangsa dibuatnya aku tak tau harus bagaimana,
pikiranku kacau, entah perasaan apa yang sedang menjera,
Pada saat makan kita hanya mengobrol
persoalan perkuliahan, yang sebelumnya juga Belum kita ceritakan, bagaimana
bisa memelih jurusan ini, cerita persoalan persahabatan, atau setelah ini mau
lanjut kuliah lagi apa tidak,
Tak kerasa waktu cepat berlalu, makanan Yang
kami makan telah habis, sejenak kami menghela nafas,
“zal aku habis Ini harus balik kegiatan di
tempat ngajarku”
dia berkata seakan memintaku segera beranjak
dan cepat mengantarnya kembali, perasaanku mulai agak berantakan aku masih
belum bisa menerima dia akan segera pergi, nampaknya kita hanya bertemu
sebentar, kita hanya sekedar makan dan pulang, aku masih belum menerima dengan
semua ini, bertahun tahun lamanya aku mengharapkan kejadian ini, moment yang
tak pernah aku duga akan terjadi, hati kecilku masih ingin berlama-lama dengan
mu, masih banyak yang belum aku tanyakan perihalmu, ceritamu masih belum
leluasa aku dengar dengan puas, aku masih ingin menatap wajahmu, menikmati
senyumnu dengan jarak sedekat ini, aduhai nikmat luar biasa yang telah aku
dapati hari ini,
“kegiatan apa emang Fira, kok buru-buru amat?”
menjawabnya dengan kembali bertanya,
“rapat wali kelas dan penanggung jawab anak-anak”
“Oalah iya-iya ayok balik” kataku, sembari
beranjak dari tempat duduk
Kemudian kamipun pergi , aku langsung
mengantar dia diamana tempatnya tak jauh dari tempat makan kami itu, setelah
sampai dia berucap
“Terimakasih ya zal, telah menjemput dan
makan tadi”
“iya sama-sama, semoga kita bisa berjumpa
kembali” kataku didepan wajahnya namun dia tidak merespon apapun, kemudian dia
masuk kehalaman rumahnya sampai bayang-bayangnya pun tak kulihat lagi, karena
dia telah menutup pintunya, Aku langsung pulang juga kerumah dengan pikiran
yang menyelimuti isi kepala, dengan satu pertanyaan besar tadi yang telah aku renungi,
apakah ada alasan setelah ini kita akan bertemu kembali, pertanyaan besar yang
sampai saat ini aku belum Mampu menjawabnya, sebab kemustahilan itu begitu
besar membatas di antara kita.
sesampainya di rumah aku berlari kamarku
dengan penglihatan yang sedikit buram sebab airmata telah memenuhi kelopak mata,
aku terbaring lemas di ranjang tempat tidur, sembari mendengarkan musik
kesukaanku, yang dengarkan dikala aku lagi mengingat semua perihalmu, begitu
rapuhnya diriku dihadapnmu, dihadapan semua kemustahilan ini, entah begitu
banyak pikiran yang menguak, ya tentang takdir yang tak pernah mungkin mempertemukan
kita kembali, terlebih nihil menjadi sepasang kekasih.
Hari-hari pun berlalu, tak ada komunikasi di
antara kita berdua, namun kenapa setelah itu semua, pertemuan itu, membuat aku
semakin mencintaimu, semakin merindukanmu, setiap hari aku hanya mampu melihat
fotomu, melihat kembali pesan-pesanmu, menuliskan banyak kisah yang telah
tercipta meskipun memori perjalanan kita amatlah singkat dan sederhana, yang,
mungkin bagimu itu tidak berarti apa-apa.
Pertemuan itu, terlebih tentangmu, merupakan
kemustahilan pertama yang aku temukan, apakah mungkin dia akan merasakan
perasaan yang sama, apakah mungkin tuhan mentakdirkan kita untuk bertemu
kembali dan berdua selamanya,
Sekitar jam 11 malam aku memutuslkan
beranjak dari kamar tidurku di luar cukup dingin sekali malam ini, aku duduk di
teras rumah menata bayang bayangmu, meneruskan lamunan perihal senyum kala Itu,
belum sepenuhnya pergi dalam ingatanku, aku hanya berusaha menyusun mimpi,
mencoba menenangkan diri dengan dada yang sesak, sebab harapanku musnah, sebab
jalan mencintaimu amatlah rumit aku tuju.
Sudah berjam-jam aku di luar, malam semakin
sepi, dengan tubuh Yang agak sedikit kedinginan, aku mengingat Satu hal;
30 mei nanti ku tanyakan kepadamu,
“bagaimana jika kita tak pernah saling
memiliki?”
ku usap air mataku, lalu beranjak ke tempat tidur karena sudah larut
malam. []